apartemen |
Hari-hari yang penuh hujan di awal musim semi. Dua minggu lebih, kami
di Krakow sedang memiliki permasalahan nan kompleks, sibuk luar biasa.
Selain sulitnya bergerak akibat usai terpeleset di lantai sehingga
aliran darah tidak lancar dan mengharuskanku bolak-balik ke dokter,
anak-anak pun sedang flu berat saat pergantian musim. Terbayanglah
ribetnya urusan dalam rumah karena di awal mei, kami berencana menempati
appartemen yang baru, sedangkan urusan packing di appartemen
lama masih berjalan sekitar 20 persen. Dan liburan panjang dengan suhu
yang masih naik-turun menyebabkan stok makanan di rumah menipis, tak ada
kedai atau supermarket yang buka.
Seminggu sebelum itu sebenarnya adalah suasana yang lumayan
membahagiakan bagi muslim Krakow, sebab perjuangan mewujudkan sebuah
masjid di kota ini sudah memiliki titik terang. Hanya dikarenakan
liburan panjang di hari yang disebut-sebut perayaan paskah bagi
kebanyakan penduduk sini, maka pemasangan listrik di ruangan masjid
masih tertunda. Insya Allah, di rubrik berita, hal ini akan saya infokan
tersendiri.
Saya sangat terkejut atas peristiwa yang baru-baru dialami oleh kami sekeluarga ini. Sebut saja si Gabi,
pemilik appartemen yang kami sewa di sini, tiba-tiba tanpa ba-bi-bu
datang dan menggeledah appartemen yang kami tempati, tanpa mempedulikan
rasa keberatan saya (selama ini jika kita ingin bertamu atau akan
bertemu dengan teman-teman, rekan kerja, kolega dll, pastilah harus
memiliki “janji waktu untuk pertemuan tsb”, sebagai tanda saling
menghormati jadwal masing-masing, maka di hari itu adalah seolah saya
menghadapi orang sinting). Tepat beberapa hari lalu di masa kekagetan
luar biasa itu, Mama Si Gabi ‘ujug-ujug’ masuk mengatakan hanya mau
melihat-lihat balkon, (namun dari balkon, dia leluasa melihat seisi
rumah kami, ruang tamu dan kamar tidur, kala itu dihuni tumpukan kardus
yang baru saja saya packing).
Karena ada suasana berantakan kardus-kardus tersebut, dia tunjukkan rasa emosinya, Mama Gabi marah-marah dalam bahasa Polish sambil membanting rice-cookerku, dia berteriak-teriak mengatakan bahwa percikan air bekas menanak nasi telah merusakkan dinding appartemen tersebut.
Kepada Gabi, Saya dan suami menjelaskan bahwa suatu hal yang lumrah
kalau kardus-kardus menumpuk, sebab memang kami akan pindah dari situ
dan sedang beres-beres. Juga, saya katakan pada Gabi, bukankah saya bisa
membayar ganti rugi cat dinding (kira-kira diameter percikan air bekas
rice-cooker tsb adalah sekitar 10 cm), namun rasanya si mama Gabi tidak
perlu berteriak-teriak tanpa juntrungan seperti itu. Entah kenapa,
sepertinya penjelasan Gabi kepada mamanya tidak dipahami dengan baik,
Mama Gabi termasuk ‘mantan komunis’ yang memang punya latar belakang
hidup yang kurang baik di Krakow ini. Sungguh situasi ketika itu adalah
sangat konyol, berhadapan dengan orang jahil yang tidak mau dikritik
atas kejahilannya. Padahal selama ini, kami selalu berprasangka baik
terhadap mereka, terutama pada ketidak-ramahan si mama Gabi. Namun hari
itu, dia makin menjadi-jadi, dia yang sudah berusia manula, sambil
mengomel (yang saya tak paham maksudnya), lalu menghidupkan sebatang
rokok dan mondar-mandir di appartemen kami dengan mengepul-ngepulkan
asap rokoknya. Dan itu adalah pelanggaran hukum, tapi dengan cueknya dia
tetap bersikap tak sopan. Kesimpulan yang kami tarik atas kronologis di
hari itu adalah Gabi dan mamanya ini “tidak rela” kehilangan biaya sewa
atas kepindahan kami, dan mereka tak rela pula mengembalikan uang
deposit yang kami punya.
Selanjutnya dia banting pintu di ruang tamu hingga tiga kali seraya
berteriak kencang meminta uang untuk merenovasi appartemen! Duh, Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun...Duhai
Robbi, apakah dosa kami hingga perlakuan orang di depan mata ini
sebegitu zalimnya? Dan yang paling lucu, memangnya kami ini ‘siapanya
dia’, kok dimintai uang buat renovasi appartemennya? (kondisi appartemen
lama yang biasa kami tempati itu adalah sangat cantik, bagus, rapi dan
terbiasa kami rawat dengan baik selaku penyewa. Namun Mama Gabi tidak
suka dengan rusaknya cat dinding 10 cm tadi, akibat percikan air rice-cooker yang
saya ceritakan di atas). Logiskah gara-gara 10 cm cat dinding, tapi
minta renovasi semua isi apartemen? Hmmm, dan banyak lagi prilaku dan
ucapan Gabi dan mamanya yang membuatku terkejut dengan perasaan
campur-aduk yang amat sangat, mereka berkata kasar, ucapan yang kotor,
juga melanggar perjanjian-perjanjian selama ini, hal ini insya Allah detailnya
akan saya kisahkan di momen kisah selanjutnya, sebagai contoh nyata
kita harus ekstra-waspada dalam berbisnis dengan orang yang tidak
mengenal Tuhan.
Sungguh efek yang luar biasa terhadap kesehatanku yang saat ini
berada hampir di penghujung kehamilan. Sepulangnya mereka dengan
mengumbar “notes” sepihak, saya muntah-muntah, tak ada makanan
yang bisa masuk hingga beberapa hari, mulailah terganggu saluran
pencernaanku, mungkin karena bercampur bau-bauan dari aroma rokok dan
bahan kimia yang digunakan untuk bersih-bersih ruangan, mungkin pula
akibat pengaruh psikologis yang mengharuskanku menelan pil kesabaran
dengan penambahan dosis agar tak ikut tersulut emosi.
Dua hari kemudian, seluruh barang sudah kami packing, siap
berpindah appartemen dengan jadwal lebih cepat, dan Gabi yang tadinya
berminat menipu mentah-mentah dengan menyodorkan surat permintaan
renovasi berbahasa Polish, yang salah satu point-nya adalah
uang yang dimintanya hingga puluhan juta rupiah, ternyata harus sedikit
“mengalah”. Dua orang teman Poland yang merupakan rekan kerja suamiku
ikut datang dan berdebat hebat dengannya. Mereka menerjemahkan semua
kalimat dalam surat itu yang kenyataannya memang “Gabi mau untung
sendiri”. Jujur saja, ini pengalaman pertamaku bertemu seorang wanita
penipu sadis di luar negeri, yang betapa kagetnya diriku, semua kalimat
dan perjanjian yang ada ternyata ia langgar. Yang tetap ngotot meskipun
sudah “kalah argumen” dengan teman-teman Poland sendiri. Hingga teman
Poland kami itu memang berkata, “Janganlah kalian membenci ke semua
orang Poland, hanya gara-gara wanita sinting yang satu ini... dia ini
benar-benar bodoh dan sombong, kalau orang bodoh, tapi masih mau
menerima kebenaran, pasti masih ada jalan atas suatu masalah. Tapi jika
sudah sombong, yah... lebih baik cepat-cepat menjauh deh...buang-buang
energi berurusan dengannya...”, saya dan suami memandang anak-anak yang
tampak lelah. Kami pun teringat, bahwa mencintai atau membenci sesuatu
memang harus selalu dikarenakan Allah ta’ala. Adalah suatu kesalahan
kami, mempercayai seseorang yang memang tidak mengenal Sang Pencipta, astaghfirrulloh...
Di malam kepindahan dadakan itu usai “selesainya” urusan dengan Gabi,
yang mana ia akhirnya telah ‘merampok’ uang sekitar 1000 Euro dari
kami, sungguh terasa pertolongan Allah SWT buat kami. Teman-teman
membantu suamiku memindahkan barang-barang ke rumah seorang teman muslim
(karena jadwal pindah ke appartemen baru, masih dua hari kemudian).
Satu teman wanita mengantarkan saya dan anak-anak ke hotel terdekat,
hotel kecil yang dekat dengan kantor suami. Seusai menemani anak-anak
tidur, barulah saya “mengadu” kembali pada-Nya, alangkah nikmatnya
curhat pada Ilahi Robbi. Tadinya dalam hatiku, masalah ini memang harus
diajukan ke pengadilan, agar tak ada lagi korban-korban penipuan si gabi
dan mamanya, khususnya bagi para perantau di Krakow. Namun, kekasihku
mengingatkan bahwa kami harus konsentrasi menyambut sang mujahid yang
telah dinanti dua abangnya ini. Memang uang sejumlah kerugian itu cukup
besar nominalnya buat kami, apalagi jumlah itu malah cukup untuk
memasang listrik dan pipa air di masjid Krakow, namun beginilah suatu
jalan perjuangan, tak cuma mengukir cinta dan senyum semangat, juga
harus terus-menerus meningkatkan dosis pil kesabaran, menanamkan azzam
untuk terus sabar dan ikhlas meskipun menemui kepahitan dan segala rasa
sakit.
Terima kasih duhai sahabat yang mengirimkan pesan padaku, “Ummi...
bagaimana kabarmu hari ini? Saya rindu pada tulisanmu, ummi... tentang
hari-hari yang dijalani harus selalu disambut dengan sikap optimis, itu
sangat memotivasi saya...”, juga pesan lainnya bernada sama, “Sungguh
kita diuji oleh-NYA setiap waktu, dan Allah ta’ala tidak akan
membebankan seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Saya
termotivasi akan tulisan ummi”. Justru cambuk motivasi tersebut memang
masih terus-menerus berproses, tak ada hamba-Nya yang hidup tanpa onak
dan duri ujian. Sesungguhnya, saya pun masih amat terseok-seok
mempelajari makna hidup tentang kesabaran dan keikhlasan.
Detik terkejutnya saya adalah keesokan harinya setelah check-out
dari hotel, pertama, saya peluk sahabat, sister Yasmin, di
appartementnya kami makan siang bersama. Dan itu adalah keajaiban :
selera makan saya perlahan pulih, sudah seminggu saya tidak bisa makan
apa-apa alias muntah melulu. Subhanalloh... Yasmin mendengarkan dengan
empati tentang hal yang kami alami. Lalu Yasmin bercerita bahwa rezeki
roti yang kami makan hari itu adalah bagaikan mukjjizat-NYA. Yasmin
(yang juga sedang hamil) sudah lama kangen juga ingin membuat roti
tersebut, namun hampir dua bulan ini alat pemanggangnya rusak, tukang
reparasi sudah mengecek namun belum bisa memperbaiki. Tak disangka, pagi
itu, saat Yasmin sudah mengetahui kepindahan dadakanku dan kami
terpaksa tinggal di hotel beberapa hari, maka Yasmin bilang kepadaku
untuk makan siang di rumahnya saja, dan entahlah, tiba-tiba ia hidupkan
pemanggang roti, dan pemanggangnya menyala seperti biasa, Allahu Akbar!
Roti buatannya memang sangat disukai anak-anakku. Ya Allah, terima kasih
atas ukhuwah dan segala kucuran rezeki-Mu Yang Maha Luas.
Sorenya, Yasmin membekaliku makan malam, lalu saya dan anak-anak
berpamitan, berjumpa suamiku (yang baru pulang kantor) di appartemen
yang baru. Si owner memang tampak jauh berbeda dengan Gabi,
mulai dari gaya bicara, cara bersikap dengan anak-anak, juga tentang
pengetahuannya, salah satu hal adalah owner atau land-lord yang
baru memiliki teman-teman muslim, ia bekerja di negara lain. Dan dengan
terburu-buru ia meminta maaf bahwa kami harus bersih-bersih appartemen
dulu saat itu, sebab dia belum sempat membersihkannya, ia harus segera
kembali ke negeri tempatnya merantau, ia memiliki dua putra yang masih
bayi, sehingga memang tak bisa berlama-lama di Krakow. Saya jelaskan
bahwa ‘mood’ saya sedang buruk, ada banyak hal yang harus saya
komplain se-detail-detailnya mengingat jangan sampai peristiwa penipuan
Gabi terulang kembali. Ternyata si owner yang baru ini memaklumi sikap
saya, ia uraikan bahwa selaku pemilik appartemen yang juga seorang ibu,
dengan jelas apa-apa saja ia pasti memaklumi kerusakan-kerusakan kecil
di dalam appartemennya, ia tunjukkan beberapa lemari dapur yang sudah
rusak, karena penyewa sebelumnya memiliki anak-anak pula. Ada coretan di
dinding oleh anak si penyewa yang lama, dan sebagainya. Pikirku,
anak-anakku tak ada kebiasaan mencoret-coret dinding atau merusakkan
lemari, appartemen yang lama sangatlah bagus kondisinya saat
ditinggalkan oleh kami, rapi dan siap “langsung ditempati penyewa baru”,
namun yang membedakan adalah ‘mind-set’ pemiliknya, yah
namanya juga Gabi sudah berniat menipu dan merampok, suatu hal yang
harus kami syukuri bahwa latar belakang penipu itu memanglah kaum yang
kafir.
Malam itu kami sekeluarga kembali bergotong-royong beres-beres apartemen yang baru, tak ada bantuan cleaning-service,
karena memang masih libur panjang. Keterkejutan saya yang kedua adalah
saat ternyata tenaga ini memang masih sangat banyak, malam itu kami
bereskan dua ruangan, lalu bisa tidur dengan tenang setelah menyantap
buah-buahan pemberian owner dan bekal dari Yasmin tadi. Subhanalloh, si owner
yang baru benar-benar berpikiran sama dengan saya, ia memikirkan hal
kecil seperti buah-buahan tersebut, ia sediakan buat makan malam kami.
Teringat ayat-NYA nan indah, yang selalu memotivasi untuk ekstra dan ekstra bersabar, dalam QS. Al-Baqoroh ayat 214, “...'Bilakah datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." Masihkah
saudara-saudari mengingat kisah yang saya tulis tentang “optimis :
kehilangan bermakna tambah rezeki”? Dan lagi-lagi hal itu terjadi,
paginya ketika kondisiku mulai pulih, alangkah senangnya bisa berselera
makan lagi, ada email yang kami terima. Email tentang pengembalian dana
pajak untukku sebagai istri pekerja, yang jumlahnya malah tiga kali
lipat dari jumlah nominal “uang yang dirampas” si Gabi. Allahu Akbar!
Allah Maha Kaya. Kuelus-elus kembali bayi mungil di rahim ini yang sudah
mulai berkontraksi kecil sesekali, “Ananda... kamu sungguh perkasa,
kita baru saja melewati tangga terjal nan luar biasa menyakitkan, dan
sekarang Allah ta’ala memberikan kejutan yang cepat dan tak terduga, rezeki-NYA memang selalu tercurah, nak...” Alhamdulillahi rabbil 'alamin.
Wallohu ‘alam bisshowab, semoga tetap optimis.
Sumber: www.eramuslim.com
(bidadari_Azzam, @Krakow, malam 3 mei 2011)
(bidadari_Azzam, @Krakow, malam 3 mei 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar